Selasa, 19 Februari 2008

Revitalisasi paradigma mahasiswa Kalsel untuk Banua

Seperti apa sich sebenarnya potret mahasiswa kalsel saat ini? Menjawab pertanyaan ini maka kita harus melihat dari berbagai sisi.

Pertama, dari sisi moral, mahasiswa kalsel baik-baik saja, mahasiswa kalsel adalah layaknya mahasiswa yang lain di daerah lain, tidak ada mahasiswa kalsel yang terkena kasus kriminalitas. Moralitas mahasiswa kalsel masih standar, jika dilihat dari segi sosialnya, tetapi lain lagi ceritanya jika dilihat dari segi agama, karena tiu merupakan hak individu.

Kedua, jika dilihat dari sisi intelektualitasnya, mahasiswa kalsel tidak kalah dengan mahasiswa dari luar seperti Jogja misalnya, tingkat pengetahuan dan wawasan yang dimiliki mahasiswa kalsel saat ini semakin ditingkatkan dengan berbagai fasilitas yang ada di tiap kampus atau universitas. Artinya, intelektualitas mereka sudah lumayan.

Ketiga, jika dilihat dari sisi pergerakan dan pemahaman akan peran sebagai mahasiswa, ini yang patut dipertanyakan. Seperti apakah gerakan mahasiswa kalsel sekarang? Sudahkah mahasiswa kalsel memahami perannya sebagai mahasiswa? Tanpa perlu bertanya langsung pada objeknya, sudah dapat dilihat seperti apa mahasiswa kalsel hari ini. Diantara sekian banyak mahasiswa, masih banyak yang berpikir bahwa status mahasiswa-nya hanyalah sebuah identitas individu, yang tugasnya belajar, kuliah minimal 3,5 tahun dan lulus dengan hasil cumclaude, serta berharap menjadi pekerja kantoran atau paling tidak PNS. Itulah impian terbesar mahasiswa kalsel, tidak salah memang, namun status mahasiswa bukan hanya dalam arti sempit seperti itu, mahasiswa adalah sekelompok individu yang harusnya berjiwa kritis dan berpikir strategis, mereka perlu banyak bergerak, khususnya untuk membangun Banua, Kalimantan Selatan. Dan hari ini peran mereka sangat dibutuhkan, Kalsel memang tidak banyak bermasalah jika melihat secara sepintas. Tetapi jika dilihat secara detail, lihatlah...masalah batu bara, penambakan hutan liar, kebakaran hutan, limbah sungai, dan lain-lain. Memang sudah ada pihak-pihak terkait yang akan menyelesaikannya, tetapi ternyata sampai sekarang masih belum kelihatan hasilnya kan?

Untuk itulah, kita sebagai mahasiswa harus lebih membuka mata dan telinga kita, peran kita bukan hanya dikampus dan membangun kampus. Tetapi lebih dari itu, Melihat sebenarnya begitu besar potensi yang dimiliki oleh Kalsel terutama SDA-nya, maka harus ada orang-orang yang professional untuk mengolahnya. Namun kenyataannya tidak banyak anak Banua yang paham akan hal itu, apalagi mahasiswa. Sementara di daerah yang lain, mahasiswa-nya adalah orang-orang yang peduli, kesadaran mereka tumbuh karena mampu memahami peran mereka sebagai mahasiswa. Lihat bagaimana reaksi mahasiswa atas kasus Lumpur Panas di Sidoarjo, lihat pula bagaimana kepedulian mereka ketika terjadi kebakaran hutan, penambangan liar, pengerukan tambang yang habis-habisan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan kita? Tentunya kita sudah tahu bagaimana kasus Batu bara di kalsel yang ila tidak diawasi bagaimana pengerukannya, maka habislah sumber daya alam tambang yang sangat dibanggakan oleh Kalsel. Belum lagi transportasi batu bara yang selalu meresahkan masyarakat, dan masih banyak lagi, maka pertanyaannya lagi, sudah sebesar apa tingkat kepedulian kita? Terkadang kita hanya marah, kesal tapi tidak mau berbuat sesuatu untuk merubahnya, padahal mahasiswa adalah Agent of Change!

Paradigma para mahasiswa seperti yang disinggung sebelumnya memang perlu diubah dan diarahkan, peran mahasiswa sangatlah strategis, di tangan mereka lah nasib Banua ini akan dipertaruhkan. Dan bukan berarti di masa-masa berstatus mahasiswa, mahasiswa tidak bisa bergerak untuk Banua, banyak sekali wadah dan sarana yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk itu, utamanya dengan mengikuti organisasi, lebih-lebih yang bergerak ekstern kampus, karena biasanya organisasi ekstern itu lebih bisa mengasah kemampuan berpikir yang kritis dan logis.

Peran mahasiswa untuk membangun Banua harus ada, karena itulah kenapa perlu sebuah revitalisasi peran mahasiswa, dan tentunya ini harus dilakukan dua arah, kesempatan dari pemerintah untuk mahasiswa dan yang pasti paradigma mahasiswa itu sendiri yang harus memahami perannya dan dapat memanfaatkan potensi yang telah dimilikinya untuk membangun Banua, dan itu memang tidak mudah. Kultur yang melekat di mahasiswa (kuliah-kost-kantin) ditambah dengan jiwa hiburan, sifat hedonis-nya hari ini memang menjadi faktor utama kenapa mahasiswa Kalsel tidak terlalu berkembang. Budaya diskusi sangat jarang terlihat, apalagi untuk melihat seperti apakah situasi Banua saat ini, paling banter, pas ada yang mau konser di Banua, langsung sensitif dan agresif-lah mahasiswa kita ini. Memang kata sebagian orang, kultur masyarakat Kalsel memang seperti itu, mereka terlalu sulit untuk menerima dan menjadi seorang idealis, tetapi seharusnya peran mahasiswa sebagai individu yang intelek mampu menghindari semua itu, mereka yang seharusnya mengubah paradigma masyarakat yang sepertinya sudah mendarah daging tersebut.

Untuk itulah, para mahasiswa kalsel, bangun dari tidur yang panjang. Urusan Banua bukan Cuma milik Gubenur atau walikota, tetapi juga urusan kita mahasiswa sebagai kelompok yang intelek, kita juga adalah wakil rakyat yang nonformal. Kita lah yang menjadi tumpuan harapan ketika terjadi krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Paradigma kita sebagai mahasiswa kalsel harus berkembang dan terarah agar kita memahami peran strategis seorang mahasiswa kalsel untuk membangun Banua.


Tidak ada komentar: